Toxic Friends
Gw adalah tipe orang yang memiliki tingkat toleransi yang cukup tinggi, sangat tinggi bahkan kalau menurut teman-teman yang lain. Sekarang gw menyadari itu dan menyetujuinya.
Kalian pasti kenal dengan istilah toxic friend. Beberapa teman sering mempublikasikan soal sebutan itu dan gw menjadi salah satu orang yang menolak definisi dari toxic friend. Menurut gw gak ada loh istilah itu. Gw juga gak pernah mengklasifikasikan teman-teman gw ke dalam golongan itu, apalagi meninggalkan orang-orang yang dianggap toxic.
Tapi lucunya, beberapa orang yang menyuarakan mengenai toxic friend adalah bagian dari definisi toxic yang mereka buat HEHEHEHE. Sekarang gw memahami apa itu teman yang toxic. Teman-teman yang selama ini selalu gw maklumi walaupun perilakunya sangat merugikan orang lain. Teman-teman yang berusaha gw pandang dari sisi positif. Teman-teman yang membuat gw marah hari ini, gw caci maki setengah mati, tetapi gw maafkan dan kembali berteman layaknya sahabat sejati.
Banyak tweet yang bilang kalo kita harus melepaskan teman merugikan, karena sekarang, sebagai manusia dewasa, teman seperti itu hanya membuang waktu. Dulu gw merasa bahwa mereka harus diterima sebagaimana diri mereka, eh kok tapi... capek ya HEHE. Tapi kok... ada benernya ya mereka yang meninggalkan teman yang dianggap merugikan. Ehiya... lama-lama lelah juga punya emosi yang tercampur aduk karena pertemanan model gini.
Setelah liat lagi ke masa lalu, gw merasa.. yaila banyak banget deh temen yang toxic. Kok bisa gw memilih untuk bertahan dan terus tenggelam dalam drama pertengkaran dan tangisan itu? Yaiya, karena gw sayang. Apalagi semenjak kuliah di psikologi, gw mulai melihat seseorang sebagai sesuatu yang unik dan apapun yang mendasari perilakunya pasti hasil perjalanan panjang hidupnya selama ini. Mau marah ke siapa?
Ideal self gw bilang : pertemanan itu gak jadi toxic kalo lo gak memandang itu sebagai suatu hal yang merugikan. Kalo lo bisa mencegah diri lo dari emosi negatif yang mungkin mereka tularkan, lo bisa selalu positif, apalagi kalo lo bisa merubah temen lo menjadi pribadi yang lebih positif, maka pertemanan toxic itu gak akan ada.
Real self gw bilang : TAPI LO BUKAN MALAIKAT TANPA SAYAP YANG SELALU POSITIF BAK TESPACK. Lo punya up and down lo sendiri dan berhubungan dengan teman macem gitu, hanya membuat hidup lo semakin pusing. Lo juga gak mungkin terus terusan pusing merubah orang lain jadi lebih positif karena lo juga perlu orang lain yang bisa membuat lo berkembang menjadi positif. Hubungan itu harusnya terjadi dua arah, malih. Stop menjadi sok dermawan.
Gak ada, tulisan ini gak ada kesimpulannya. Gw cuma mau bilang, kalo sampe seseorang yang selama ini berusaha sabar menghadapi lo, berusaha menerima kekurangan lo, berusaha memberi umpan balik atas sikap lo yang harus di ubah, terus tiba-tiba dia pergi dari hidup lo, apalagi ini gak cuma terjadi satu kali lo ditinggalkan, lo bener-bener butuh refleksi. Lepas 'rasa benar' yang lo punya dan coba memposisikan diri dari sudut pandang orang lain. Lepas keegoisan yang lo punya dan nilai sendiri sikap lo selama ini. Seberapa jauh lo udah menyakiti perasaan temen lo, seberapa banyak lo merugikan temen lo, dan seberapa sering temen lo sudah memperingatkan tapi lo abaikan.
Merasa diri selalu benar dan menyalahkan sikap orang lain yang pergi, harus mulai diimbangi dengan refleksi diri.
Orang datang dan pergi menjadi suatu hal yang lumrah. Kalau orang terus pergi dari sisi lo, pasti ada alasan besar di baliknya.
Kalian pasti kenal dengan istilah toxic friend. Beberapa teman sering mempublikasikan soal sebutan itu dan gw menjadi salah satu orang yang menolak definisi dari toxic friend. Menurut gw gak ada loh istilah itu. Gw juga gak pernah mengklasifikasikan teman-teman gw ke dalam golongan itu, apalagi meninggalkan orang-orang yang dianggap toxic.
Tapi lucunya, beberapa orang yang menyuarakan mengenai toxic friend adalah bagian dari definisi toxic yang mereka buat HEHEHEHE. Sekarang gw memahami apa itu teman yang toxic. Teman-teman yang selama ini selalu gw maklumi walaupun perilakunya sangat merugikan orang lain. Teman-teman yang berusaha gw pandang dari sisi positif. Teman-teman yang membuat gw marah hari ini, gw caci maki setengah mati, tetapi gw maafkan dan kembali berteman layaknya sahabat sejati.
Banyak tweet yang bilang kalo kita harus melepaskan teman merugikan, karena sekarang, sebagai manusia dewasa, teman seperti itu hanya membuang waktu. Dulu gw merasa bahwa mereka harus diterima sebagaimana diri mereka, eh kok tapi... capek ya HEHE. Tapi kok... ada benernya ya mereka yang meninggalkan teman yang dianggap merugikan. Ehiya... lama-lama lelah juga punya emosi yang tercampur aduk karena pertemanan model gini.
Setelah liat lagi ke masa lalu, gw merasa.. yaila banyak banget deh temen yang toxic. Kok bisa gw memilih untuk bertahan dan terus tenggelam dalam drama pertengkaran dan tangisan itu? Yaiya, karena gw sayang. Apalagi semenjak kuliah di psikologi, gw mulai melihat seseorang sebagai sesuatu yang unik dan apapun yang mendasari perilakunya pasti hasil perjalanan panjang hidupnya selama ini. Mau marah ke siapa?
Ideal self gw bilang : pertemanan itu gak jadi toxic kalo lo gak memandang itu sebagai suatu hal yang merugikan. Kalo lo bisa mencegah diri lo dari emosi negatif yang mungkin mereka tularkan, lo bisa selalu positif, apalagi kalo lo bisa merubah temen lo menjadi pribadi yang lebih positif, maka pertemanan toxic itu gak akan ada.
Real self gw bilang : TAPI LO BUKAN MALAIKAT TANPA SAYAP YANG SELALU POSITIF BAK TESPACK. Lo punya up and down lo sendiri dan berhubungan dengan teman macem gitu, hanya membuat hidup lo semakin pusing. Lo juga gak mungkin terus terusan pusing merubah orang lain jadi lebih positif karena lo juga perlu orang lain yang bisa membuat lo berkembang menjadi positif. Hubungan itu harusnya terjadi dua arah, malih. Stop menjadi sok dermawan.
Gak ada, tulisan ini gak ada kesimpulannya. Gw cuma mau bilang, kalo sampe seseorang yang selama ini berusaha sabar menghadapi lo, berusaha menerima kekurangan lo, berusaha memberi umpan balik atas sikap lo yang harus di ubah, terus tiba-tiba dia pergi dari hidup lo, apalagi ini gak cuma terjadi satu kali lo ditinggalkan, lo bener-bener butuh refleksi. Lepas 'rasa benar' yang lo punya dan coba memposisikan diri dari sudut pandang orang lain. Lepas keegoisan yang lo punya dan nilai sendiri sikap lo selama ini. Seberapa jauh lo udah menyakiti perasaan temen lo, seberapa banyak lo merugikan temen lo, dan seberapa sering temen lo sudah memperingatkan tapi lo abaikan.
Merasa diri selalu benar dan menyalahkan sikap orang lain yang pergi, harus mulai diimbangi dengan refleksi diri.
Orang datang dan pergi menjadi suatu hal yang lumrah. Kalau orang terus pergi dari sisi lo, pasti ada alasan besar di baliknya.