Kamis, 17 Juni 2021
Kamis, 10 Juni 2021
Sesendok Gula (CERPEN)
Kami duduk canggung berhadap-hadapan di antara dua gelas kopi panas yang memuntahkan kepulannya. Aku duduk dengan tegak, sesekali mencuri pandangan, ia menduduk dan sibuk memainkan jari-jarinya. Seolah saling bercengkrama lewat suara hati, kami nyaman terdiam menikmati suara helaan nafas. Dia berdeham dan melipat kemeja putihnya, menaruh jemari tangannya ke atas meja, aku bisa melihat ketakutannya untuk memulai pembicaraan. Tetesan-tetesan keringat yang turun di lehernya entah mengapa membuatku semakin iba. Dunia di sekitar kami masih berjalan dan kami lama terdiam hingga pagi hampir menjelang.
Kopi kami utuh tidak tersentuh, sudah dingin, kehadirannya hanya basa-basi. Aku tidak menyerah dan enggan melepas keheningan. Aku asik terdiam dan memperhatikannya yang sibuk merangkai kata di kepala. Ku lipat tangan ku karena udara di luar semakin dingin.
Sejujurnya kepala ku ikut berputar, menduga-duga kalimat apa yang akan ia lontarkan. Bagaimana caranya memecah keheningan. Apakah kali ini ia akan berdiri dan pergi lagi tanpa satu kata pun seperti terakhir kali?
Kaki ku mulai bergetar kecil, aahh lelah juga ya lama-lama. Aku mendudukkan kepala hampir sejajar dengan meja agar dia melihat bahwa aku berusaha untuk berbicara dengannya.
"Jangan! Aku bisa"
Mata ku terbelalak melihat tubuhnya mulai bangkit dari kursi. Aku diam dan menunggu sinyal tidak nyaman, bersiap untuk berdiri dan menemaninya.
"Aku mau meminta gula" ia melangkahkan kaki dengan canggung seraya mengangkat gelas kopi yang belum ia sentuh dengan tangan yang bergetar. Membuka pintu kedai kopi yang berembun karena terlalu dingin. Pelayan mengambil gelas di tangannya dan memasukan gula cair. Kami saling bertatapan dan aku bisa melihat bibirnya sedikit terangkat.
3 Juni 2015. Akhirnya, pasien ku berhasil memulai percakapan pertama dengan orang lain tanpa bantuan ku dan ibunya.
Rabu, 09 Juni 2021
iDea Podcast - Kebiasaan Membaca
Kalau menonton film menikmati secara visual, kalau baca buku, semuanya tervisualisasikan di kepala kita masing-masing. Mungkin saat membaca 'Lika melangkahkan kakinya perlahan ke dalam sungai yang mengalir deras, tangannya memegang ranting pohon untuk menahan tubuhnya agar tidak jatuh ke dasar sungai' bayangan kita tentang kaki Lika bisa berbeda, seberapa besar sungai dan warna apa airnya juga bisa berbeda. Kita menciptakan sendiri gambaran itu dari kalimat-kalimat yang disuguhkan oleh penulis.
Pengalaman untuk membayangkan peristiwa dari bentuk kalimat ke potongan gambar yang seolah nyata adalah salah satu alasan kenapa membaca masih menjadi kegiatan yang menarik di mata gw. Kalo lo belum dapetin serunya baca, cobain lagi deh! Mungkin lama-lama akan jatuh cinta hehe.
Walaupun buat gw membaca itu seru, nyatanya masih banyak banget orang yang gak suka baca. Ya.. gak apa-apa sih, pilihan masing-masing. Tapi gw yakin saat kita memiliki rasa penasaran dan mencarinya dengan membaca, akan banyak kualitas baik dalam diri kita yang juga ikut meningkat. Kalo lo belom pernah denger, coba cari deh negara Indonesia ini ada di peringkat berapa soal membaca. Kita di peringkat ke 2 loh! Kedua dari terbawah. Masyarakat kita belum terbiasa untuk membaca. Tentu faktornya beragam.
Nah di podcast ini gw mengangkat tema KEBIASAAN MEMBACA dari sudut pandang gw dan dua orang teman gw yang juga suka membaca. Kita punya genre buku yang berbeda, tapi semangat untuk membaca kita tetap sama. Di podcast ini gw sedikit membahas kira-kira kenapa orang itu males baca dan apa yang buat seseorang jadi suka banget baca.
Podcast: iDea Podcast
Link podcast: bit.ly/podcastnyadea
Episode KEBIASAAN MEMBACA: https://open.spotify.com/episode/4zeNMfIt67MiqKQ2gbl5Wh?si=ca053a056d2b4dab
atau lo bisa klik 'PODCAST' di menu utama blog ini.
Senin, 07 Juni 2021
iDea Podcast - 25 tahun
Link: https://open.spotify.com/episode/43iEQO5vSm3TfkfBh88bnR?si=cfe381a4ee1e4522
25 tahun
Episode pertama dari iDea Podcast terinspirasi dari apa yang lagi dibicarakan di sosmed. Saat itu ada satu akun Instagram yang bilang katanya umur 25 tahun itu harusnya udah punya a-z. Tentu dong banyak yang merasa standart sukses 25 tahun ini gak semestinya dijadikan beban, karena kita semua punya cara dan jalan kita masing-masing. Unggahan itu tentu ramai dibahas di Twitter! Banyak banget yang gak setuju dan menghimbau anak muda untuk gak usah jadikan tolak ukur kesuksesan oranglain sebagai kesuksesan lo juga.
Di episode kali ini gw membahas umur 25 tahun dari perspektif gw dan orang-orang di sekitar gw. Selain denger pendapat gw soal 25 tahun, lo juga akan denger 25 tahun versinya orang-orang. Lo akan denger betapa berbedanya tujuan hidup kita, makanya apa yang akan kita capai gak bisa kita samakan satu sama lain. Semoga formula kesuksesan yang lo rancang akan berbuah hasil suatu hari nanti!
Bagi gw yang terpenting adalah terus melakukan apa yang kita mau dan suka. Konsisten menjalankan apa yang kita inginkan. Kapan perjuangan itu akan membuahkan hasil, lagi-lagi gak akan sama satu orang dengan lainnya. Gw tau untuk sebagian orang melihat kesuksesan yang udah diraih orang lain itu gak mudah. Gw tau ada orang-orang di sekitar gw yang berusaha menghindari sosial media biar gak capek liat oranglain udah berhasil, sedangkan dia di situ situ aja. Lo punya cara lo sendiri untuk tetap memiliki 'kewarasan'. Buat gw gak ada salahnya lo berusaha sedemikian rupa agar tidak terpengaruh dengan keberhasilan orang lain. Gw cuma mau ingetin kalo gak apa-apa kalau belum membuahkan hasil, terus berjuang, bergerak, evaluasi, dan terus jalan ya!
Kamis, 03 Juni 2021
Anti Insecure
"Duh.. seandainya semua orang kayak lo"
"Ya menurut lo gpp, tapi sayangnya menurut orang lain gak gitu"