#MariMembaca 2 (Ini hobiku, mana hobimu?)
Beruntung saya dilahirkan sebagai anak yang suka membaca. Bagi kalian yang tidak suka membaca, percayalah, membaca itu sungguh sangat mengasyikan.
Mengapa saya suka membaca?
Ketika mencoba menelusuri kehidupan saya selama 19 tahun ini, saya akhirnya dapat menyimpulkan sendiri mengapa saya suka membaca.
Umur 3 tahun saya sudah masuk sekolah. Tingkat playgroup, dilanjutkan ke TK kecil dan TK besar. .Percaya atau tidak, sejak TK saya sudah mahir membaca. Dulu ketika kami sekeluarga pulang ke Jawa dengan mengendarai mobil, saya selalu membaca spanduk iklan dengan tulisan yang panjang dan membacanya hingga habis, hingga mobil berada tepat dibawah spanduk tersebut.
Umur 6 tahun saya beranjak ke bangku SD, saya sudah dapat membaca dengan sangat teramat lancar ketika anak seusia saya belum bisa membaca. Dalam bayangan saya yang sangat percaya diri ini, kemampuan bahasa saya memang baik. Saya mudah belajar bahasa. Hal itu tidak omong kosong, dari semua pelajaran semasa saya sekolah, pelajaran Bahasa Indonesia selalu menjadi favorit dan selalu mendapatkan nilai yang sangat baik.
Saya ingin membanggakan diri saya lagi. Menurut cerita Ibu saya, beberapa orang tua teman saya di SD kerap kali menelepon ke rumah untuk berbicara dengan saya. Kalian pasti kaget. Berdasarkan ingatan saya dibantu oleh ingatan Ibu saya, para Ibu dari teman saya menelepon untuk menanyakan ada PR apa di sekolah ketika anaknya tidak masuk. Bahkan ada juga dari mereka yang menanyakan apakah anaknya masih bandel atau mendapat teguran di sekolah. Mengapa mereka bertanya pada saya? Menurut penuturan salah seorang Ibu teman saya kepada Ibu saya "Saya lihat, dari semua anak kok Dea ini yang paling nyambung diajak ngomong. Pinter ngomongnya. Jadi....." betapa bangga saya. HAHAHA. Jadi, bolehkah saya menyebut diri saya cukup baik dalam bahasa?
Sejak kecil, saya di didik oleh Ayah saya untuk suka membaca. Beliau sangat gemar membaca. Apapun beliau baca, tidak heran beliau memiliki pengetahuan yang sangat luas. Tahu apapun yang anaknya tanyakan. Dulu beliau sering sekali sepulang kerja membawakan buku. Buku yang beliau belikan seperti flora dan fauna, cerita rakyat, cerita agama, dan buku pengetahuan lainnya. Saya sungguh senang dan berusaha membaca buku tersebut walau berakhir bosan karena merasa buku yang Ayah saya belikan bukan buku yang sesuai dengan diri saya. Terlalu mebosankan membaca fakta mengenai belalang beserta foto makhluk tersebut sedang berada diatas daun.
Kira-kira kelas 2 SD, saya merasa bahwa ada keinginan yang sangat kuat bagi saya untuk membaca. Namun saya tidak pernah tahu sebetulnya buku seperti apa yang saya suka. Percayalah sebelum akhirnya mengetahui bahwa ada buku yang disebut novel, saya akhirnya membaca buku pelajaran Bahasa Indonesia, karena menurut saya buku itu satu-satunya buku yang suka saya baca.
Sama seperti anak-anak pada masa itu, majalah Bobo si teman bermain dan belajar cukup memuaskan hobi saya membaca. Namun Ibu saya tidak mengizinkan saya untuk terus menerus membeli buku Bobo karena baginya saya tidak benar-benar membaca dan saya sembarangan menaruh buku-buku tersebut.
Kepuasan membaca yang hanya terpenuhi dari majalah Bobo dan cerita yang ada di buku Bahasa Indonesia, membuat saya merasa saya ingin menulis buku, saya yakin bisa dan ingin menjadi seorang penulis. Beranjak SMP, saya dengan segala keterbatasan media untuk menuliskan cerita yang ada dipikiran saya akhirnya memutuskan untuk menuliskan cerita tersebut di note handphone. Cita-cita saya saat itu adalah memiliki laptop, menuliskanya disana, membawanya ke warnet dan mengunggah cerita saya ke blog. Ketika pada akhirnya saya mempunyai laptop dan modem, saya kerap kali mengunggah cerita singkat atau sekedar curahan hati yang saya buat.
Saat kelas 4 atau 5 SD saya akhirnya berlangganan majalah Bobo, tetapi tetap saja saya merasa tidak puas, saya menuntut bacaan yang lebih hanya sekedar cerpen anak-anak. Oh ya! Saat SD akhirnya saya tahu bahwa ada yang namanya novel. Namun saya masih bodoh untuk bisa memilih novel mana yang cocok dan tepat bagi saya. Salah satu alasanya adalah karena ketika membeli buku, Ayah saya pasti bertanya buku apa yang saya beli dan beliau membaca sinopsisnya. Karena terlalu takut buku yang saya inginkan terlalu dewasa, saya biasanya mengambil buku sekenanya saja. Saya langsung menyambar buku dengan cover bergambar anak-anak yang pasti tidak perlu berlama-lama Ayah saya pertimbangkan. Buku novel pertama saya yang saya beli berjudul Nod's Limb. Sungguh sangat kecewa ketika saya membaca dan ternyata mengetahui bahwa Nod's Limb adalah buku lanjutan. Saya sampai sekarang tidak mengerti dan tidak tertarik untuk mencari tahu mengenai buku itu.
Selanjutnya saya terus berusaha mencari buku seperti apa yang saya suka. Apa kalian ingat di Indoma**t ada rak buku? Gramedia yang sulit untuk dijangkau membuat saya sering mencari buku di toko tersebut. Berakhir pada buku comic berwarna, spongebob, yang setelah dibuka ceritanya sama seperti yang biasa di ulang di TV beribu kali. Lalu akhirnya saya menemukan sebuah buku yang cukup sesuai dengan saya, yaitu kumpulan cerpen bobo, namun tetap saya belum puas.
Hingga akhirnya suatu hari, saya yang saat itu sudah SMP merengek minta dibelikan buku. Akhirnya kami ke toko buku mencari buku. Saya membeli buku berjudul Nibiru. Mengapa saya beli buku itu? Karena saat saya masuk ke toko tersebut, buku Nibiru di pajang di paling depan 'best seller', lalu bukunya sangat tebal dimana saya berpikir "wah kalo setebel ini enak nih bisa lama bacanya". Saya membeli buku yang kalau saya tidak salah berharga 90 ribu, pada saat itu novel seharga 90 tentu mahal. Berakhir pada saya yang hanya membaca buku tersebut kurang dari 1 bab.
Hingga akhirnya saya sudah cukup besar untuk pergi sendiri mencari novel. Berani membeli novel. Walau sebetulnya sejak kelas 5 SD saya sering pergi dengan teman dan mampir ke toko buku, namun saya terlalu takut membeli buku yang menceritakan kisah remaja, takut kedua orang tua saya melihat, entah mengapa. Takut terlalu dewasa.
Akhirnya saya berkenalan dengan novel teenlit. Sempat suka, tidak lama, karena saya berkenalan dengan buku yang menurut saya jauh lebih baik. Seperti buku karangan Ilana Tan. Buku teenlit yang saya baca saat itu selalu menggunakan sudut pandang 'aku' sedangkan buku Ilana Tan yang saya temui di perpustakaan sekolah, menyuguhkan sudut pandang penulis yang sedang bercerita.
Saya akhirnya tahu buku seperti apa yang suka saya baca.
Sejak SMP saya membeli cukup banyak buku, mengoleksinya, menyayanginya dan merawatnya dengan luar biasa protektif. Kalau kalian membuka buku saya yang saya beli saat SMP dulu, keadaanya masih seperti buku yang baru dibeli. Semakin besar, beranjak SMA, kuliah, saya semakin gemar membaca dan mencintai buku. Dari novel karangan anak Indonesia, beranjak ke novel terjemahan, lalu menjamah buku-buku dengan pembahasan yang cukup berat.
Saya meyakini peran Ayah saya yang sering saya lihat membaca buku dan membelikan saya buku sangat memberikan pengaruh dan seolah memaksa saya untuk membaca. Jangan salah, saya memang sangat suka membaca buku sejak SD, namun keinginan itu masih naik turun. Saya tidak seperti pecinta buku lainnya yang langsung membabat habis satu buku dalam waktu sehari. Namun lama kelamaan kecintaan saya, hobi saya dengan membaca semakin mendalam. Saat ini saya bisa membaca 3 buku dalam waktu satu hari HEHE. Baik memang, namun sulit juga kalau akhirnya jadi lupa waktu kalau sudah membaca buku dan ingin segera membaca ceritanya.
Buat kalian yang tidak suka membaca buku, saya tidak memaksakan ketidaksukaan kalian. Saya hanya ingin sedikit menggambarkan mengapa membaca buku begitu menyenangkan bagi pecintanya. Kami bisa dengan liar membayangkan cerita yang disuguhkan oleh penulis, khayalan terbang tinggi sekali dan rasaya sangat asik. Kami juga bisa merasakan emosi yang ingin disampaikan penulis. Jangan kaget melihat kami sedang tertawa, tersenyum, atau bahkan menangis sendirian sambil memegang sebuah buku. Kami juga belajar banyak hal dari membaca buku, jangan membayangkan pengetahuan kaku saja yang kami dapatkan, banyak hal lainnya. Seperti ketika kami membaca buku dengan latar tempat di Eropa yang tidak pernah kami datangi, namun digambarkan dengan sangat detail bagaimana budaya dan keadaan disana. Kami membayangkan dan kami akhirnya belajar hal baru yang jauh untuk kami gapai secara langsung. Belum lagi buku-buku yang menyelipkan pesan kehidupan yang akhirnya membuat kami berpikir lebih baik. Membaca dan membeli buku bagi kami, para pecintanya, adalah kegiatan yang luar biasa menyenangkan, sama menyenangkanya seperti kalian para pecinta musik yang bahagia mendengarkan nada yang keluar dari petikan sebuah gitar.
Tetapi kalau saya boleh memberi saran, mulailah membaca, karena hobi membaca menjadi sangat berguna ketika harus membaca buku kuliah dengan beratus halaman. Ya setidaknya kalau sudah suka membaca, tidak akan terlalu berat :p
https://www.tumblr.com/search/bibliophile%20tattoo |