Minggu, 02 April 2017

Hari itu menjadi hari yang tidak akan pernah bisa dilupakan. Saat itu kami 2015 sedang menghadapi semester 3 yang bagiku sungguh tidak ingin diulang kembali. Beberapa mata kuliah yang SUPER membuat lelah bukan kepalang. 

Dijalan sebelum tiba di rumah salah seorang teman, Aini, tetesan air mata terus mengalir. Tibalah saya di depan rumahnya dengan pakaian basah kuyup karena menempuh perjalanan dengan motor dan enggan berhenti untuk menggunakan jas hujan karena sejak berangkat dari rumah hati sudah kacau balau. Dengan cuaca yang sendu, diikuti dengan suara petir, dari luar berusaha memanggil sobat Aini untuk segera membukakan pintu. Berusaha menahan air mata dan cukup berhasil beberapa menit.

"Aini... Aini..." 

Dengan suara yang berusaha senormal mungkin, menunggu sekitar 10 menit tak lama perempuan berambut pendek yang sedang tertawa sambil berbicara di telpon, membukakan pintu. Seketika suasana berubah menjadi sangat drama. Tibalah saya di teras rumahnya dengan berdiri terdiam menghadap tembok karena sedang menahan air mata yang tiba-tiba terasa ingin kembali tumpah ketika melihat wajahnya.

"De? Astaga de basah banget"
"De? gak apa-apa?"

Memang siyalan, pertanyaan "Lo gak apa apa?" selalu membuat suasana jadi kenapa-kenapa. Saat itulah, wajah yang tidak berani memandang wajah Aini ini hanya mampu memandang tembok karena malu kalau terlihat sedang menangis. Pertanyaan "De? gak apa-apa?" terus ia ulang, dan isakan tangis semakin terdengar. Memang drama, sangat drama.

Akhirnnya saya dipersilahkan masuk dan langsung mandi, padahal sebelumnya sudah mandi di rumah. Percayalah wahai sahabat, saya yang drama ini mandi sambil menangis. Selesai mandi, suasanya cukup membaik, saya naik ke atas dan bertemu dengan Laras yang saat itu juga menginap dengan kami. Lalu ada Mbak Widya, kakak Aini yang juga ikut menyaksikan pertumpahan air mata yang kembali terjadi. Bedanya, tangisan diiringi dengan tawa karena saya mulai merasa bodoh sudah menangis. 

Jadi begini. Minggu itu adalah minggu tersibuk. Banyak tugas dan saya mengikuti sebuah kegiatan kepanitiaan sebagai divisi acara yang tentunya bukan main tanggungjawabnya. Beberapa tugas akhirnya terbengkalai, belum lagi hari dimana saya mengunjungi rumah Aini adalah untuk belajar statistik dasar. Malam itu sebelum menuju rumah Aini, saya baru tiba di rumah sekitar jam 22.00 dan terpaksa harus langsung menuju rumah Aini. Tangisan muncul karena tubuh sangat lelah, ingin istirahat di rumah namun saya butuh belajar statistik, butuh mengerjakan tugas statistik dan tugas tersebut butuh di bimbing oleh teman saya, Aini. Karena itulah terjadi pertumpahan air mata. Sobat percayalah cerita dalam paragraf ini mungkin terkesan biasa saja dan kejadian tersebut tidak pantas di tangisi. Tapi sungguh masalahnya jauh lebih rumit dari yang saya ceritakan, sulit untuk di ungkapkan.  

Lelah akhirnya ditemani dengan tangisan, di ubah menjadi tawa, tetapi berakhir dengan stress karena saya mau tidak mau begadang sendirian ketika Aini dan Laras tidur. Karena saya harus menyelesaikan tugas rangkuman statistik dasar yang saya tunda pekerjaanya karena ada acara yang saya ikuti. Wow luar biasa. 

Dibawah ini adalah cuplikan ketika terjadi tumpahan air mata yang diiringi dengan tawa kami bersama



"Gua, gua harus gimana gua udah gak ngerti lagi"
-Dea, 2016-

Dea Astari . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates