#KamiLelah 4 (Gagal? Mari Perbaiki)
Dulu saya adalah anak yang biasa saja, sampai sekarang juga sih. Dapat peringkat 10 besar saya yakini karena di kelas memang berisi anak-anak yang kurang berprestasi dan memiliki semangat belajar yang rendah, sehingga saya masuk dalam 10 besar. Ketika beranjak ke bangku kuliah, banyak hal-hal baru mengejutkan yang terjadi dalam hidup saya. Salah satunya adalah timbulnya rasa tanggungjawab belajar, jiwa kompetitif serta ingin mencapai target yang sudah ditetapkan.
Ketika hasil tidak sesuai dengan harapan, saya sangat kecewa luar biasa dan merasa bodoh. Berbanding terbalik dengan saya saat di bangku SMA dulu. Berapapun nilai yang saya dapat, tidak pernah menjadi masalah. Kini, baru dapat satu nilai saja sudah mulai hitung-hitung kira-kira berapa nilai yang saya harus dapatkan pada ujian selanjutnya agar saya mencapai nilai yang saya targetkan pada mata kuliah tersebut.
Senang karena ternyata saya memiliki rasa tanggungjawab yang besar kepada kedua orang tua saya yang saya yakini sangat sulit membiayai saya kuliah di kampus yang luar biasa menguras kantong ini. Tidak ingin gagal dan ingin membanggakan kedua orang tua dengan mencapai target yang baik, membuat saya memiliki jiwa kompetitif. Baik sebetulnya, saya tidak bersantai seperti dulu. Tetapi, tanggungjawab yang muncul dan target yang saya buat membuat saya menjadi sangat kecewa ketika jatuh dan membuat saya menjadi stress ketika gagal. Padahal kata orang kegagalan akan menciptakan banyak keberhasilan.
Seperti pada semester lalu dimana satu bulan libur kuliah saya gunakan untuk merenung, bersedih, refleksi diri dan mengatur strategi sedemikian rupa agar apa yang salah tidak terulang lagi. Hasil refleksi dan strategi yang sudah saya atur entah berjalan dengan baik atau tidak, karena belum terlihat semester ini akan berakhir seperti apa. Yang jelas saya berharap renungan satu bulan tidak sia-sia.
Ketika rasa kecewa dan galau muncul akibat merasa gagal, tidak sulit bagi saya untuk kembali bangun dari kegagalan. Beberapa hal saya lakukan dan terbukti menghilangkan kegundahan yang muncul dan menyerang kepercayaan diri. Salah satunya adalah bercerita pada teman dan berharap mendapatkan feedback positif seperti "gak apa-apa, masih ada kesempatan setelah ini" atau "ya udah yang kemarin kan gak bisa lo perbaikin, berarti di ujian selanjutnya lo harus berusaha" kata-kata sederhana yang muncul dari mulut sahabat-sahabat saya sangat amat memotivasi dan membuat rasa kecewa menjadi rasa ditantang oleh kegagalan.
Atau dengan sekedar bercanda melalui telpon atau chat juga menaikkan mood dan melupakan kegagalan ringan yang sudah saya lalui. Seperti contoh mendapatkan nilai yang tidak memuaskan pada ujian. Semakin besar sumber kegagalan maka semakin sulit untuk melupakan kegagalan tersebut.
Terakhir kali saya mengalami kegagalan yang besar, saya meyakini bahwa ketika seseorang merasa berada di titik terbawah dalam hidupnya maka kegagalan tersebut akan menjadi sebuah pembelajaran dan besar kemungkinan kekecewaan yang dirasakan membuat langkah selanjutnya menjadi lebih ringan dan dilakukan dengan hati-hati.
"Manusia perlu gagal dan manusia perlu bangkit dari kegagalan sehingga manusia dapat menciptakan banyak keberhasilan dikemudian hari"
-Dea, 2017-
http://image-serve.hipwee.com/wp-content/uploads/2016/03/black-adn-white-failed-again-girl-life-Favim.com-686632.jpg |