Rabu, 06 Maret 2024

Cara gw menghadapi rasa berduka sudah jauh berkembang. 

Kalau dulu patah hati rasanya dunia seperti berakhir sepenuhnya. Menangis di kamar, memandangi fotonya, sengasara karena dia sudah menjadi milik orang lain. Rasanya sakit, hancur. Rasanya "gue gak akan pernah mau jatuh cinta lagi. Gue pasti gak akan lupain dia. Gue gak siap"

Hingga akhirnya cinta yang baru datang, bahagia yang baru mulai tercipta.

Lingkarannya berulang, patah hati lagi, galau lagi, menyerah lagi sama cinta. 

Dan cinta yang baru datang lagi.

Itu gw yang dulu sih. Rasa kecewa dan duka dihadapi dalam skema yang sama terus. Habis putus, stalk setahun tu kayak gak cukup. Ngapain coba bersedih-sedih padahal yang disedihin juga udah bahagia sama yang lain. Ya kan?


Gw yang sekarang tanpa disadari melihat perpisahan sebagai luka perih mendalam yang suatu hari bisa sepenuhnya terobati. Gw menyadari pattern yang baru ini dimulai saat gw kuliah.

April 2018. Saat itu keputusan besar yang menyedihkan datang ke gw. Gw nangis di kereta, di ojek (sampe abang ojeknya concern), di rumah. Tidur sambil nangis, mendengarkan lagu-lagu patah hati. Besok paginya, gw bangun dengan perasaan ikhlas dan siap melepaskan. Bocoran: akhirnya baikan lagi dan baik-baik aja dalam waktu yang lama sih hehe.

Di momen itulah gw baru tau kekuatan gw yang baru: gw mampu melepaskan dalam sekejap mata.

Mungkin itu kebetulan ya, kan baru pertama kali..

Sampai akhirnya terjadi lagi. 

Tahun 2022 bokap sakit parah, didiagnosa kanker usus. Nyokap didiagnosa kanker payudara. Mereka bedua sakit dalam waktu bersamaan. Dalam waktu singkat, bokap meninggal. 

Hari 1 gw tau boakp sakit: Menangis sejadi-jadinya. Menangis paling patah hati yang pernah gw rasakan. Mulai memikirkan kapan Bapak meninggal.

Hari 2: Menangis sejadi-jadinya. Menangisi rasa sakit yang Bapak rasakan. Semakin yakin sebentar lagi Bapak akan meninggal

Hari 3 - Bapak meninggal: Menangis sedikit. Siap sebentar lagi Bapak akan meninggal, bahkan berdoa agar Bapak segera dipanggil. 

"Tuhan berikanlah mukzizatmu, sembuhkanlah Bapak. Atau kalau memang ini adalah jalan Bapak untuk berpulang, segera ambil Bapak, agar Bapak tidak semakin lama merasakan rasa sakit"

Hari Bapak meninggal: Menangis saat Bapak menghembuskan nafas terakhir dan merasa lega. 

Setelah itu, tangisan yang gw ingat adalah ketika Bapak dikuburkan dan ketika sahabat datang memeluk. Selebihnya rasa sedih sudah keluar dalam wujud yang sangat berbeda. 

Gw menyadari cepatnya gw bangkit dari rasa terpuruk adalah berkah yang luar biasa. Gw bisa mencintai dan merindukan orang yang sudah tidak ada di sisi gw dengan cara yang lain. Tidak lagi dengan menangis tanpa henti, tetapi dengan kedamaian hati dan panjatan doa tanpa henti. 

Nah sekarang nih gw sedang menghadapi duka yang baru. Duka atas hubungan yang berjalan sudah 6 tahun dan harus berakhir dengan baik-baik saja. Iya, beneran baik-baik aja. Nangisnya gak bisa dihindari, sedihnya, sakit hatinya luar biasa. Tetapi di hari keempat, hari ini, hari di mana gw menulis tulisan ini, sepenggal dari hati dan pikiran gw sudah siap untuk berpindah. 

Entahlah, mungkin besok prosesnya mundur. Mungkin tahun depan gw terjebak lagi dengan rasa duka ini. Tetapi hari ini gw tahu gw masih punya kemampuan untuk melihat hal-hal baik di tengah rasa duka yang luar biasa. 

I'm so proud of me. 


Dalam tulisan ini gw mau mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang menemani setiap jengkal perjalanan sedih gw. Untuk kalian yang tidak perlu gw sebutkan, terima kasih karena kehadiran kalian betul-betul memberikan gw kekuatan luar biasa, membukakan mata dan hati gw untuk bisa lebih menerima kondisinya. LOVE YOU. 

Dea Astari . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates