Jumat, 11 Agustus 2017

Semua orang memeluk dan menyemangati. Meyakini dan menguatkan, bahwa tidak apa-apa tak berambut.
Dokter menyarankan agar ia mencukur habis setiap helai rambut yang ada dikepalanya. Hal itu dilakukan demi pengobatan.
Sore itu, dengan keyakinan penuh, ia mencukur habis rambut yang ada dikepalanya. 
Didepan cermin ia berkaca dan tersenyum, melihat hal baru dalam dirinya, menjadi anak perempuan tak berambut.

Usianya masih 9 tahun. Ia harus menjalani hari-harinya dengan pandangan penuh iba dan cibiran menyakitkan dari setiap orang yang berpapasan denganya.
Sebuah topi rajutan berbagai warna ia kenakan ketika keluar dari rumah, maksud hati untuk menutupi, namun apa daya semua mengetahui dan dirinya menjadi sasaran buli
Bibirnya tetap tersenyum, walau perkataan tak mengenakkan selalu datang menghampirinya
Setiap hari pulang sekolah ia harus berhadapan dengan orang-orang yang meneriakinya dengan sebutan "Woi botak!" atau dicemooh dari kejauhan oleh orang-orang yang selama ini ia anggap sebagai teman
Namun hal tersebut tak lantas menjadikannya sebagai anak yang penakut dan enggan pergi ke sekolah. Ia tetap berusaha menjalani hari-harinya dengan normal walau keadaanya jauh dari kata normal.

Ia tidak pernah menangis walau hanya sekali. Ia tidak pernah marah harus menghadapi kehidupannya yang berbeda. Ia tidak pernah membenci semua orang yang mencemoohnya. Ia meyakini bahwa dirinya tidak pantas marah karena apa yang dikatakan oleh orang lain merupakan sebuah kebenaran. Walau kebenaran tersebut sulit untuk ia terima.

Ia tetap berjalan dengan dagu terangkat. Awalnya ia begitu takut harus mendengar perkataan orang lain, namun lama kelamaan ia tertawa ketika dirinya dicemooh orang lain.
Tidak hanya terjadi satu kali. Ketika ia berpikir bahwa keadaanya membaik, ia harus kembali menerima kenyataan bahwa ia harus menjalani sekali lagi hari-harinya sebagai anak perempuan tak berambut.

Untuk anak seusianya ia begitu sabar dan kuat. Semangatnya untuk tetap ber sekolah menjadi inspirasi bagi orang dewasa yang mengalami hal serupa dengannya.

Sekali lagi, ia di tuntut untuk dewasa lebih awal (https://cwastari.blogspot.co.id/2017/08/dasar-terendah.html)

Ia adalah diriku yang menuliskannya.
Selamat, aku bangga dengan diriku sendiri.



Dea Astari . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates